Jumat, 29 Mei 2009

Risalah Manaqib (bagian kedua)

Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A kurang lebih 23 tahun dimaqamkan, pemerintah belanda pada saat itu bermaksud membangun pelabuhan di daerah itu. Pada saat pembangunan berlangsung banyak sekali kejadian yang menimpa ratusan pekerja (kuli) dan opsir belanda sampai meninggal dunia. Pemerintah belanda menjadi bingung dan heran atas kejadian tersebut dan akhirnya menghentikan pembangunan yang sedang dilaksanakan.

Rupanya pemerintah belanda masih ingin melanjutkan pembangunan pelabuhan tersebut dengan cara pengekeran dari seberang (sekarang dok namanya), alangkah terkejutnya mereka saat itu ketika melihat ada orang berjubah putih sedang duduk dan memegang tasbih di atas maqam. Maka dipanggil beberapa orang mandor untuk membicarakan peristiwa tersebut. Setelah berembuk diputuskan mencari orang yang berilmu yang dapat berkomunikasi dengan orang yang berjubah putih yang bukan lain adalah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A. setelah berhasil bertemu orang berilmu yang dimaksud (seorang kyai) untuk melakukan khatwal, alhasil diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :

1.Apabila daerah (tanah) ini dijadikan pelabuhan oleh pemerintah belanda tolong sebelumnya pindahkanlah saya terlebih dulu dari tempat ini.
2.Untuk memindahkan saya, tolong hendaknya hubungi terlebih dulu adik saya yang bernama Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A yang bertempat tinggal di Ulu Palembang, Sumatera Selatan.

Akhirnya pemerintah belanda menyetujui permintaan Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A (dalam khatwalnya) kemudian dengan menggunakan kapal laut mengirim utusannya termasuk orang yang berilmu tadi untuk mencari Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A yang bertempat tinggal di Ulu, Palembang.

Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A sangat mudah ditemukan di Palembang, sehingga dibawalah langsung ke Pulau Jawa untuk membuktikan kebenarannya. Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A dalam khatwalnya membenarkan “Ini adalah maqam saudaraku Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A yang sudah lama tidak ada kabarnya.”

Selama kurang lebih 15 hari lamanya Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A menetap untuk melihat suasana dan akhirnya Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A dipindahkan di jalan Dobo yang masih terbuka dan luas. Dalam proses pemindahan jasad Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A masih dalam keadaan utuh disertai aroma yang sangat wangi, sifatnya masih melekat dan kelopak matanya bergetar seperti orang hidup.

Setelah itu Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A meminta kepada pemerintah belanda agar maqam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A itu dipagar dengan kawat yang rapih dan baik serta diurus oleh beberapa orang pekerja. Pemerintah belanda pun memenuhi permintaan Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A.

Setelah permintaan dipenuhi Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A meminta waktu 2 sampai 3 bulan lamanya untuk menjemput keluarga beliau yang berada di Ulu, Palembang. Untuk kelancaran penjemputan itu, pemerintah belanda memberikan fasilitas. Dalam kurun waktu yang dijanjikan Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A kembali ke Pulau Jawa dengan membawa serta keluarga beliau.

Dalam pemindahan jenazah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Hadda R.A tersebut banyak orang yang menyaksikan diantaranya :
1.Al Habib Muhammad Bin Abdulloh Al Habsy R.A
2.Al Habib Ahmad Dinag Al Qodri R.A, dari gang 28
3.K.H Ibrahim dari gang 11
4.Bapak Hasan yang masih muda sekali saat itu
5.Dan banyak lagi yang menyaksikan termasuk pemerintah belanda

Kemudian Bapak Hasan menjadi penguru maqam Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Hadda R.A. Saat ini semua saksi pemindahan tersebut sudah meninggal. Merekalah yang menyaksikan dan mengatakan jasad Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Hadda R.A masih utuh dan kain kafannya masih mulus dan baik, selain itu wangi sekali harumnya.

Dipemakaman itulah dikebumikan kembali jasad Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Hadda R.A yang sekarang ini pelabuhan PTK (terminal peti kemas) Koja Utara, Kecamatan Koja, Tanjung Priuk – Jakarta Utara.

Setelah pemindahan maqam banyak orang yang berziarah ke maqam Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Hadda R.A sebagaimana yang diceritakan oleh putera Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A yaitu Al Arif Billah Al Habib Ahmad Bin Zein Al Haddad R.A.

Pada Tahun 1841 Al Arif Billah Al Habib Zein Bin Muhammad Al Haddad R.A di gang 12 kelurahan Koja Utara kedatangan tamu yaitu Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad R.A (orang yang selamat dalam perjalanan dari Ulu, Palembang ke Pulau Jawa) dan beliau menceritakan kejadian yang dialaminya bersama Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Hadda R.A beserta 3 orang azami. Cerita tersebut disaksikan Al Arif Billah Al Habib Ahmad Bin Zein Al Haddad R.A. Dari cerita itulah maka dijadikannya Maqib Maqom Kramat Situs Sejarah Tanjung Priuk (dalam pelabuhan peti kemas (TPK) Koja, Tanjung Priuk, Jakarta Utara).



sumber : Risalah Maqib Maqom Kramat Situs Sejarah Tanjung Priuk / Pondok Dayung

Selasa, 26 Mei 2009

Risalah Manaqib (bagian pertama)


Maqom Kramat Situs Sejarah Tanjung Priuk / Pondok Dayung Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad Al Husaini Ass Syafi'i Sunni R.A. Keturunan dari Sayyidina Quthbil Irsyad Wa Ghowtsil Ibad Wal Bilad Al Imam Al Arif Billah Al Habib Abdulloh Bin Alwi Al Haddad R.A.



Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A. Dilahirkan di Ulu, Palembang, Sumatera Selatan pada tahun 1727 M. beliau belajar ilmu agama pada ayahandanya dan kakeknya.

Meningkat usia dewasa Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A hijrah ke Hadramaut (Yaman Selatan) meneruskan datuknya yaitu Al Imam Al Arif Billah Quthbil Irsyad Wa Ghowtsil Ibad Wal Bilad Al Habib Abdulloh Bin Alwi Al Haddad R.A. Beliau menetap di Hadramaut beberapa tahun lamanya, kemudian kembali ke tempat kelahirannya, Ulu, Palembang.

Pada Tahun 1756 M, dalam usia kurang lebih 29 tahun, Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A. Pergi ke pulau Jawa bersama Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad R.A dan 3 orang azami menggunakan perahu. Adapun maksud dan tujuannya ingin mensyiarkan Agama Islam dan sekaligus berziarah ke beberapa tempat diantaranya ke Sohib Luar Batang (Al Habib Husein Bin Abu Bakar Alaydrus R.A), ke Cirebon (Sunan Gunung Jati R.A) dan terus sampai Surabaya (Sunan Ampel R.A). Ketika hendak berangkat Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A diserang dan dikejar-kejar oleh tentara Belanda, akan tetapi tidak satu pun peluru dan senjata meriam yang mengenai perahunya, dan didalam satu serangan tersebut tidak terjadi apapun pada diri Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A dan yang lainnya sehingga tentara Belanda menghentikan serangannya.

Hal ini merupakan bukti karomah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A beliau adalah seorang Wali Allah yang mengabdikan hidupnya hanya mensyiarkan Agama Islam didalam menegakkan kalimat tauhid dari tanah kelahirannya hingga sampai keluar daerah (Sumatera, Jawa dan yang lainnya).

Dalam perjalanan kurang lebih 2 bulan lamanya, Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A singgah dibeberapa tempat. Ditengah perjalanan perahu yang ditumpangi dihantam badai dan ombak yang disertai hujan yang sangat deras, sehingga semua perbekalan yang ada dalam perahu terhambur dan terlempar. Yang tersisa hanyalah beras yang tercecer beberapa liter saja dan alat menanak nasi (priuk). Untuk menanak nasi saja Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A menggunakan kayu bakar dengan petak-petak perahu bahkan gagang dayung pun digunakannya. Ketika perbekalan habis jubah beliau dimasukkan kedalam priuk lalu beliau berdoa. Ketika priuk dibuka jadilah nasi dengan karomahnya Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A.

Beberapa hari kemudian datang lagi badai dan ombak yang lebih besar disertai hujan dan guntur yang menggelegar sehingga perahu pun tidak dapat lagi dikendalikan dan akhirnya perahu beliau terbalik. Kejadian tersebut menyebabkan 3 orang azami meninggal, sedangkan Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A dan Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad R.A selamat lalu dengan susah payah berenang untuk mencapai perahu yang dalam keadaan posisi terbalik. Kemudian diatas perahu itu Beliau dapat melaksanakan shalat berjamaah dilanjutkan berdoa.

Dalam kondisi yang sudah lemah, kurang lebih 10 hari lamanya tidak makan, sampai akhirnya beliau jatuh sakit dan tidak dapat tertolong lagi oleh Al Arif Billah Al Habib Ali Al Haddad R.A sehingga wafatlah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A.

Sedangkan Al Arif Billah Al Habib Ali Al Hadda R.A masih dalam kondisi lemah duduk diatas perahu bersama Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A dan begitu juga priuk dan sebuah dayung yang masih ada itu terdorong oleh ombak dan diiringi ribuan ikan lumba-lumba hingga akhirnya sampai ke tepian pantai semenanjung.

Rupanya kejadian tersebut disaksikan oleh beberapa orang ditepi pantai sehingga ketika perahu mendarat di tepi pantai orang-orang tersebut langsung menolongnya. Diantara mereka itu ada beberapa pekerja (kuli) yang berasal dari banten. Dengan segera jenazah Al Imam Al Arif Billah Sayyidina Al Habib Hasan Bin Muhammad Al Haddad R.A dimaqamkan, sebagai tanda batu nisan yang ditancapkan dibagian kepalanya adalah dayung yang sudah pendek dan dibagian kakinya ditancapkannya sebatang kayu kecil sebesar lengan anak kecil yang kemudian tumbuh menjadi pohon tanjung.

Adapun periuk nasinya ditaruh di sisi maqom. Konon ceritanya priuk tersebut lama-lama bergeser dan akhirnya sampai ke laut. Banyak orang bercerita bahwa 3 atau 4 tahun sekali priuk itu timbul di laut dengan ukuran sebesar rumah adanya. Di antara orang yang menyaksikan kejadian tersebut itu adalah seorang perwira TNI, Sersan Mayor Ismail yang saat itu sedang bertugas tengah malam.

Dengan kejadian tersebut maka banyak yang menamakan daerah tersebut dengan sebutan Tanjung Priuk dan ada juga yang menyebut Pondok Dayung yang artinya dayung pendek (bahasa sunda). Setelah beberapa bulan lamanya Al Arif Billah Habib Ali Al Haddad R.A menetap didaerah itu, lalu melanjutkan perjalanannya sampai ke pulau Sumbawa dan menetap disana selamanya.

sumber : Risalah Manaqib Maqam Keramat Situs Sejarah Tanjung Priuk / Pondok Dayung
Foto : Dok. Bintang Indonesia